Sekretaris Pribadi Tuhan (Bagian 2)




Sekretaris Pribadi Tuhan (Bagian 2)
Presentasi Kehebatan Otak Kanan dan Penulis ala Pangeran Senja

Deskripsi Otak
Silahkan Anda duduk sejenak dengan santai, lebih bagus menyunggingkan seulas senyum termanis Anda (kalau disimpulkan menjadi sebuah kalimat terkenal, “duduk manis”) usahakan untuk melupakan semua hal yang memenatkan otak. Walaupun otak kita mempunyai triliunan sel, yang per-selnya dapat menginput jutaan daya ingat (baca:data), tetaplah ada keterbatasan pada kinerjanya. Apalagi, sinergitas otak tergantung kekuatan sinyal hati yang diterimanya dari hati sebagai rekan kerjanya. Sonar sinyal yang dipancarkan hati mempunyai pengaruh besar terhadap kinerja otak. Untuk lebih detailnya, mungkin perlu mendatangkan psikolog atau psikiater agar menjabarkan secara detail keterhubungan hati dengan otak. Kenapa tidak sekalian dijelaskan?. Wah, untuk hal ini saya sendiri belum menemukan rumusan tepat. Saya khawatir bumbu masakan tulisan yang saya racik rasanya amburadul, atau bisa saja yang mengkomsumsinya bakalan muntah.
Atau mungkin, untuk menemukan jawabannya, saya harus bertapa terlebih dahulu di salah satu sudut gua paling angker se nusantara (atau se jagat) yang konon pernah ditempati oleh salah satu tokoh fenomenal (bisa juga Anda melabelinya dengan pahlawan, tapi jangan diembel-embeli dengan nasional ya), Si Buta Dari Gua Hantu. Siapa tahu, salah satu hantu di sana hidup pada masa Insinyur Jerman Werner von Siemens, seorang jenuis yang mengembangkan evalator listrik dan bisa membantu merumuskan kerumitan milyaran partikel dan kabel yang ada di hati.
Ok, kita kembali ke masalah otak. Namanya juga otak, ia adalah pusat pengendali dari semua bagian yang mempunyai sambungan dengannya. Malah, manusia menggunakan istilah kata “otak” untuk menunjukkan pusat dari segala sesuatu. Misalnya, untuk menggambarkan prosesor yang tertancap di motherboard komputer, disebut “otak” sebuah mesin komputer. Atau yang lainnya, saya yakin Anda lebih pintar untuk sekedar membuat sebuah contoh.
Layaknya pusat pengendali, otak dapat menerima sinyal, menambahkannya, dan memberi semacam tanda untuk bereaksi dalam seperkian detik. Ada beberapa bagian otak yang berbeda dengan “tugas” berbeda pula. Mari kita urut bagian otak yang diciptakan sangat sempurna dalam tubuh kita (untuk urusan otak hewan atau makhluk lain, nanti kita cari solusi lain, yang pasti tidak bertanya kepada tukang becak di depan gang rumah sana).
Kita mulai dari Medulla, yang berada di puncak saraf tulang belakang mempunyai tugas mengendalikan saraf yang mengatur otot dan kelenjar tertentu. Medullalah yang menjaga agar jantung kita tetap berdenyut, paru-paru berfungsi mengambil udara, dan lambung bisa mencerna makanan. Betapa besar jasa Medulla ini kawan. Anda bisa melakukan pengumpulan santunan (koin atau uang) kepedulian sebagaimana kebiasaan euforia orang-orang Indonesia, saya kasih judul “Peduli Medulla” atau “Koin Buat Medulla”.
Selanjutnya, cerebellum atau otak kecil yang mengatur semua gerakan tubuh dan keseimbangannya. Bagian terakhir dari otak kita adalah Cerebrum atau disebut dengan otak besar, menjadi tempat kita perpikir, menangkap hal baru kemudian memprosesnya menjadi data (belajar), mengingat, memutuskan, dan proses kesadaran terjadi. Rangsangan panca indra dari melihat, mendengar, mengecap, mencium, dan meraba (positif lho) olahannya berpusat di sini. Begitu juga perasaan yang ditangkap tubuh. Cerebrum inilah yang kemudian dibagi menjadi otak kanan dan otak kiri (istilah akedemis lain).
Perkembangan ilmu pengetahuan yang dirumuskan oleh para ilmuan sedikit memberi penjelasan bagaimana kinerja otak (walaupun tidak sepenuhnya terpecahkan). Bahwa, pesan yang disampaikan melalui sistem saraf -ke atau dari otak- adalah arus listrik lemah.
Lebih jelasnya, miliaran sel saraf yang ada di tubuh membentuk jaringan kerja menuju ke tulang belakang. Dalam tubuh, sel-sel saraf dari bagian tubuh berbeda bergabung menjadi ikatan tebal. Kabel -begitu istilahnya lho- tebal saraf memanjang di bagian berongga pada tulang belakang yang menyambung ke otak. Satu sel saraf membawa pesan dari seluruh indra tubuh ke otak. Sel lainnya membawa pesan pesan dari otot dan kelenjar. Otak memproses pesan dan menyimpulkannya menjadi hubungan yang benar.
Mudahnya, sel-sel saraf yang ada di seluruh tubuh kita adalah penampung sinyal dari indra yang kemudian disampaikan pada otak untuk menggerakkan tubuh sesuai pilihan otak. Hati?, oh iya saya akan menyinggung sedikit bahwa, hati memiliki peran sebagai pengarah pada keputusan otak. Dari sini, betapa otak dan hati sebagai server utama untuk mengatur gerak-gerik tubuh kita. Hati dan otaknya dijaga ya, agar tidak salah langkah (titipan pesan dari salah satu Ustadz berkumis tipis).

Kananisasi Otak
Meminjam istilah Mas Ippho Santoso PhG dalam bukunya 13 Wasiat Terlarang (menurut saya tulisan paling gila yang ada di muka bumi ini) yang memuat presentasi tentang kedahsyatan otak kanan, dia mengatakan kalimat kananisasi untuk mengaplikasikan perkananan. Mulailah dengan yang kanan, mulailah dengan otak kanan. Bangsa kita yang majemuk (China, Jawa, Nasrani dan lain-lain) familiar dengan istilah serba kanan yang seluruhnya identik dengan kebaikan (baca : ibadah). Contohnya, tangan kanan, langkah kanan, golongan kanan, dan sebelah kanan. Apalagi Islam, semua hal kebaikan disunahkan untuk dimulai dengan yang kanan. Kalau menimpuk orang?.
Tidak mau ketinggalan Burung Garuda yang menjadi lambang kenegaraan Indonesia menoleh ke kanan, tidak ke kiri atau ke depan. Jarum jam juga bergerak ke kanan. Pokoknya kanan is the best deh. Coba kita merenung sejenak, bagaimana ya kalau tanda hormat grak..!! (upacara) diganti memakai tangan kiri untuk memberi hormat kepada sang saka merah putih?. Oke, nanti Anda bisa meninggalkan jawaban, komentar dan catatan apa saja di akhir tulisan saya.

Tulisan VS Manusia
Percayakah Anda bahwa proses sebuah tulisan sama dengan pertumbuhan manusia?. Percaya deh. Kalau tidak, Anda bisa sms ke nomer saya, nanti kita diskusi lebih lanjut. Hehehe.. Bahwa, tulisan yang pertama ditulis, berarti tulisan itu baru lahir (masih bayi), bila terus menulis berarti ia berproses selayaknya manusia berkembang. Seperti belajar merangkak, berbicara, berjalan, berlari atau yang sudah bisa merayu dan menyatakan cintanya (lho?). Di sinilah menjadi tolok ukurnya, semakin penulis menuangkan tulisannya, semakin pula tulisannya berproses dan berkembang.
Pernah bertemu atau dicurhati teman, saudara, atau siapa saja yang bilang, “Aku tidak bisa menulis”, “aku tidak bisa menyusunnya”, “Aku tidak mengerti EYD”, dan aku-aku yang disertai bibir manyun lainnya. Yakinlah, selama ia tidak mau menggerakkan penanya untuk menulis, selama itu pula ia tidak akan pernah bisa melahirkan sebuah tulisan. Mau ditunggu sampek Miyabi balik perawan lagi pun (upst) tetep saja tuh dia tidak bakalan jadi penulis. Kok bisa ya?, itulah keajaiban Tuhan yang patut disyukuri oleh penulis (atau calon penulis) dengan setinggi hati. Bisa juga, seorang yang sudah menjadi penulis buat selametan (bisa melarungkan sesajen atau membuat tumpeng raksasa) layaknya adat orang Jawa, bisa juga dikirimkan ke saya. Tak tunggu. Hehe..

Gunakan “Jurus” Kelelawar
Kenapa penulis musti harus repot-repot meniru kelelawar?, dengan jurusnya pula?. Yah, itu benar, kami benarkan walaupun Anda masih belum sependapat atau mengerti, atau malah ada yang mengerutkan keningnya entah heran atau apa. Yang jelas, dan saya jelaskan sejelas-jelasnya, lebih jelas dari suara cempreng nan ikhlas dengan diiringi tabuhan gaduh suara panci, wajan, toples, de el el para pemuda yang membangunkan sahur saat bulan puasa pada jam tiga pagi bahwa, jurus kelelawar patut dipertimbangkan untuk menjadi acuan dari ilmu kepenulisan kita.
Selain hewan yang selalu dikaitkan dengan suasana gelap dan malam, bahkan ada yang nyeletuk kelelawar akan tidak disebut kelelawar kalau tidak berada di gua dan tempat-tempat gelap dan angker. Percayalah, selama berabad-abad para ilmuan mempelajari kelelawar merasa heran (ilmuan kok heran juga ya?), kenapa mata kelelawar mempunyai cahaya, dapat melihat gelap, menemukan serangga yang sedang terbang dan menangkapnya di udara?. Banyak beranggapan kelelawar mempunyai pandangan tajam yang tidak dimiliki manusia untuk menembus kegelapan.
Dan, opini yang juga kadang dibumbuhi cerita-cerita yang dimisteri-misterikan (karena tidak jelas asal muassalnya) dimentahkan dengan keberhasilan ilmu modern yang mengungkap bahwa, kelelawar mampu menemukan jalan ketika gelap tidak tergantung indra penglihatan (mata). Tapi, pada telinga dan organ vokalnya. Yang punya suara bagus jangan mau kalah saingan ya.
Sekitar tahun 1870an seorang ahli zoologi Italia bernama Spallazini melakukan percobaan kepada kelelawar. Ia membutakan (adegan ini jangan ditiru lho..) beberapa kelelawar dan melepaskannya ke dalam ruangan yang dipasangi benang sutra yang malang melintang. Kelelawar terbang melintasi tanpa menyentuh benang. Spallazini merasa bahwa kelelawar lebih menggunakan telinga daripada matanya untuk menemukan arah dalam gelap.
Pada tahun 1920an misteri kelelawar terpecahkan dengan diadakan sebuah penelitian tentang kelelawar menggunakan sinyal yang berada di luar jarak dengar manusia. Suara seperti itu disebut ultrasonic. Pada tahun 1941 dua ilmuan lain memutuskan menggunakan alat elektronik baru yang dapat mendeteksi suara ultrasonic dalam percobaan pada kelelawar. Mesin itu menunjukkan bahwa kelelawar mengeluarkan teriakan-teriakan dengan nada tinggi, dan mereka terus menerus mencicit saat terbang di tengah-tengah kawat yang dipasang di dalam gelap. Ketika mereka menutup mulut kelelawar, hewan itu terbang menabrak-nabrak. Kelelawar mengeluarkan sinyal (cicitan bernada tinggi) yang memantul dari apa saja di dalam jalurnya untuk menentukan arah. Suara itu dipantulkan atau direfleksi, kelelawar menggunakan gema untuk menentukan lokasi di dalam gua.
Apa hubungannya?. Tenang, tarik nafas dulu. Boleh juga Anda bisa buat teh atau kopi untuk beristirahat sejenak, atau merenggangkan badan dengan bergoyang ala bang Haji Rhoma Irama era 80an. Maaf, saya tidak bisa mengajarkannya karena belum lahir tuh.
Ok, kesimpulan dari “keajaiban” kelelawar tadi adalah, kelelawar tidak mengandalkan matanya, tapi kelelawar mengandalkan kemampuan suara ultrasoniknya dalam menentukan arah. Bisa ditarik pelajaran bahwa, penulis hendaklah tidak selalu menggunakan “mata” (dhohir atau fisik yang berkonotasi ke otak kiri dengan segala ‘kalkulatornya’) namun gunakanlah kemampuan indra indra dan telinga (imajinasi atau potensi). Kelelawar saja percaya diri biarpun dalam gelap dan makanannya terbang, masak kita kalah percaya diri dengan potensi dan imajinasi yang Tuhan berikan untuk kita?.

Kita Sekretaris Tuhan
Saya tekankan lagi, kita adalah Sekretaris Tuhan. Yah, Sekretaris Pribadi Tuhan. Yakinlah, kita adalah Sekretaris Tuhan. Apakah ada yang lebih mulia dari jabatan itu di dunia ini kawan?. Kalau ada, mohon secepatnya Anda sms atau menelpon saya. Pasti, saya akan memberikan hadiah karena telah memecahkan batu menjanggal di otak yang lebih besar dari pegunungan Everest yang luasnya membentang antara Himalaya, Nepal Tibet, dan tingginya 8,850 M.
Okelah, kapan-kapan saja saya sambung lagi terusan tulisan ini. Saya rasa membahas keajaiban otak kanan dan kehebatan penulis tidak akan ada habisnya. Ibarat, biarpun menggunakan pena pohon beringin yang paling angker dari hutan Kalimantan dan menggunakan tinta sebanyak air yang mengalir di sungai Nil, tidak akan mampu mengupas tuntas dua “mu’jizat penciptaan” Tuhan itu. Masih sama, saya tidak akan berjanji kepada Anda. Takut, besok saya dipaksa untuk menikah dan istri saya yang tercinta merayu mesra saya untuk berbulan madu ke salah satu lembah bulan. (Bersambung).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sekretaris Pribadi Tuhan (Bagian 2)"