Biografi Pengibar Bendera Rasulullah Saw Jakarta
HABIB MUNDZIR AL MUSAWA
Pengibar Bendera Rasulullah di Ibu Kota
Peringainya tenang menampakkan
kalau beliau sosok yang berwibawa dan bersahaja. Beberapa kata hikmah yang
terlontar dari pemimpin Majelis Rasulullah di Ibu Kota Jakarta ini begitu
menyentuh, menggambarkan kedalaman ilmu dan kekuatan pengaruh beliau. Tentunya,
Ulama yang jalur nasabnya sambung kepada Rasulullah Saw yang dinisbatkan kepada
Syaikh Ahmad Al Musawa ini, mempunyai kharismatik yang luarbiasa membina dan
membimbing ribuan jamaahnya di Ibu Kota menuju jalan Allah dan Rasulullah Saw.
Putra Seorang Jurnalis
Habib Mundzir dilahirkan di
Cipanas Cianjur Jawa Barat pada hari, Jumat 23 Februari 1973 M yang bertepatan
dengan 19 Muharam 1393 H. ayahanda beliau Habib Fuad Abdurahman Al Musawa pernah
menetap dan lahir di Palembang, Sumatera selatan dan dibesarkan di Mekah Al Mukarramah,
Habib Fuad kemudian mengambil gelar sarjana di Newyork University bidang
Jurnalistik. Beliau kemudian kembali lagi ke Indonesia dan bergelut dalam dunia
jurnalis sebagai wartawan luar negeri, di harian Berita Yudha dan Berita Buana.
Habib Fuad menjadi wartawan luar negeri kurang lebih selama empat puluh tahun, beliau
kemudia wafat pada tahun 1996 dan dimakamkan di Cipanas Cianjur Jawa Barat, di
sinilah sosok Ulama luarbiasa penyejuk umat, Habib Mundzir Al Musawa dilahirkan.
Mencari Ilmu sampai ke Negara Seribu Wali Yaman
Dalam situs resminya www.majelisrasul.org dijelaskan bahwa,
Habib Mundzir belajar agama kepada ayahandanya Habib Fuad Al Musawa, baru
setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, mendalami Ilmu Syariah Islam di
Ma'had As Saqafah asuhan Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta
Selatan.
Kemudian beliau mengambil kursus
bahasa Arab, di LPBA As Salafy Jakarta
Timur, yang dilanjutkan perdalaman Ilmu Syariah Islamiyah lagi di Ma’had Al
Khairat, Bekasi Timur. Puncaknya, Habib Mundzir meneruskan perantauan ilmunya
ke Ma’had Darul Musthafa, Tarim Hadhramaut Yaman. Empat tahun di sana, di bawah
bimbingan Habib Umar bin Salim bin Hafidz, beliau mendalami Ilmu Fiqh, Ilmu
tafsir Alqur’an, Ilmu Hadits, Ilmu Sejarah, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Mahabbaturrasul
Saw, Ilmu Dakwah, dan ilmu-ilmu syariah lainnya.
Dakwah dari rumah ke rumah
Setelah kembali lagi ke Indonesia
pada tahun 1998 Habib Mundzir memulai dakwahnya di tengah-tengah masyarakat.
Pertama kali beliau berdakwah bukanlah berceramah naik mimbar satu ke mimbar
yang lain, menyebarkan syiar Islam dari masjid ke masjid, tapi dakwah beliau
mencerminkan keikhlasan dengan mengunjungi rumah-rumah penduduk, duduk dan
bercengkerama dengan mereka, beliau sering memberi mereka jalan solusi dan
jalan keluar dalam segala permasalahan.
Kemudian, atas permintaan masyarakatlah,
Habib Mundzir mendirikan Majelis. Jumlah hadirin majelis awal beliau sekitar
enam orang saja. Beliau tidak menyerah dan terus tidak henti-henti berdakwah
dengan meyebarkan kelembutan Allah swt. Metode bil hikmah itulah yang membuat
pendengar merasa sejuk.
Dalam situsnya, Habib Mundzir
berkata : “Ketika berdakwah, saya tidak mencampuri urusan politik, dan
selalu mengajarkan tujuan utama kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada
Allah Swt. Namun, bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa
bekerja dll, tapi justru mewarnai semua gerak-gerik kita dengan kehidupan yang
Nabawiy. Kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy, kalau
konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy, pejabat yang Nabawiy, pedagang
yang Nabawiy, petani yang Nabawiy, betapa indahnya keadaan umat apabila seluruh
lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan
miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan
dalam kenabawiyan. Inilah konsep dakwah Nabi Muhammad saw yang hakiki, masing-masing
individu bergelut dengan kesibukannya, tapi hati mereka bergabung dengan satu
kemuliaan, inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian
alam.”
Majelis Rasulullah Saw Nasional
Perjuangan Habib Mundizr
membesarkan Majelis Rasulullah Saw membuahkan hasil, perluasan jaringan Majelis
ini hampir menasional. Bahkan sudah menembus luar negeri. Majelis ta’lim yang berpusat
di Masjid Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan yang diadakan setiap Senin Malam
dan setiap malam Jumat di kediaman beliau, kini sudah membuka puluhan majlis
taklim di seputar Jakarta Pusat yang beliau kunjungi satu bulan sekali. Jawa
Barat meliputi, Ujungkulon Banten, Cianjur, Bandung, Majalengka, Subang. Jawa tengah : Slawi
Tegal, Purwokerto, Wonosobo, Jogjakarta, Solo,
Sukoharjo, Jepara, Semarang.
Jawa timur : Mojokerto, Malang,
Sukorejo, Tretes, Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo. Bali
: Denpasar, Klungkung, Negara, Karangasem. Nusa Tenggara Barat : Mataram,
Ampenan. Luar Negeri : Singapura, Johor, Kuala
Lumpur. Namun, Habib berkata bahwa, walaupun
permintaan dari wilayah-wilayah untuk kehadiran beliau, kunjungan keluar Jakarta dicukupkan hanya setahun
sekali, karena perintah Guru beliau.
Tidak hanya di majelis-majelis
beliau berdakwah, Habib Mundzir juga menjadi Narasumber di beberapa stasion TV
swasta, yaitu di Indosiar untuk acara Embun Pagi tayangan 27 menit, di ANTV
untuk acara Mutiara Pagi tayangan 27 menit, RCTI, TPI, Trans TV dan La TV.
Dua Ulama yang dikagumi dalam Perjalanan
dakwah 2000km meter
Dalam perjalanan ribuan kilometer dari Jakarta
ke Lirboyo Kediri
dan Langitan Tuban, Habibz Mundzir menemukan kesejukan luarbiasa ketika beliau
mengundang secara langsung dua Ulama Khos Jawa Timur, KH. Idris Marzuki
Pengasuh PP Lirboyo Kediri
dan KH. Abdullah Faqih Pengasuh PP Langitan Tuban, pada 15 Februari 2011 M / 12
Rabiul Awal 1432 H dalam acara Maulidur Rasul di Monas Jakarta.
Ketika sampai di Lirboyo, Habib Mundzir berkata : “Sungguh akhlak
Rasul Saw jelas terlihat dari Kiai sepuh ini, tidak selayaknya beliau yang
sepuh turut keluar menyambut hamba yang masih sangat muda, namun hal itu
merupakan cermin budi pekerti Rasul saw dari beliau yang memimpin ratusan ribu
santri yang sudah alumni dan masih nyantri ini. Mbah Yai Idris bercerita bahwa,
beliau mengutus 1.000 santri untuk keluar ke wilayah berdakwah, sampai ke
sumatera dan lain lain untuk mengajari penduduk di wilayah, hukum hukum shalat,
puasa, dan lain lain yang sebagian kaum muslimin dipelosok belum memahaminya,
subhanallah..”
“Hamba pamitan, dengan perasaan bagaikan menemukan ayah, hamba
mencium tangan beliau berkali kali, dan mohon pamit.” Kenang Habib.
Saat beliau sampai di Langitan, Habib bercerita, “Sambutan hangat
dan desakan massa yang bersalaman tak bisa dihindari, satpol pp, kepolisian,
bahkan staf angkatan darat dari Kodim pun kepayahan menertibkan desakan massa
yang ingin bersalaman, hamba sudah kepayahan melewati desakan itu, tiba tiba
semua desakan hilang, semua mundur dan menjauh, demikian pula para aparat,
hamba yang masih terhuyung huyung terkena desakan massa menjadi kaget dan
bertanya tanya, mereka semua menghindar mundur dan menghilang, hamba berdiri
sendiri ditemani beberapa Kiai dan putra ayahanda Mbah Yai Abdullah Faqih.
Kemudian putra beliau berkata : ‘Silahkan Habib, ayahanda yai menanti Habib. Hamba
lihat sosok sederhana dengan wajah bercahaya dan penuh wibawa, dan sangat
rendah hati berdiri dihadapan hamba, hamba mencium tangannya dan beliau memeluk
hamba, dalam hati hamba baru bisa menjawab : “Oh, inilah yang membuat desakan massa kabur menghilang, kewibawaan
ayahanda Kiai sepuh ini membuat mereka lari menghindar? subhanallah.”
“Yai Sepuh Ayahanda KH Abdullah Faqih sangat tawadhu (rendah hati),
namun sangat karismatik dan berwibawa, tak satupun orang yang berdesakan berani
menyalaminya, kecuali para Kiai sepuh. Selepas acara khoul, ketika Yai Faqih
berdiri, para Kiai sepuh yang lain tak berani berdiri sebelum Yai Faqih
meninggalkan pendopo acara, setelah itu barulah mereka sebagian mulai berdiri
dan bubar, sungguh luar biasa tata krama adab penghormatan pada ulama sepuh
yang hamba temukan di sana.” Tambah Habib.
“Hambapun bersimpuh mencium paha beliau dan pamitan, beliau tampak
gemetar dan serba salah untuk berusaha menolak perbuatan penghormatan hamba,
namun karena beliau sudah sepuh maka tak mampu menolak perbuatan hamba, lalu
hamba mundur untuk undur diri dan pamitan.”
Ketika pulang kembali ke Jakarta, Habib bercerita, “Selepas
shalat magrib dan isya dengan jamak, kami meluncur menuju pulang, hujan deras
dan padat merayap terus menghambat kecepatan laju kendaraan, kami tiba di
Jakarta pukul 3.00 dinihari Sabtu 15 Januari 2011, saya melirik hitungan
kilometer di kendaraan yang sengaja di Nol kan saat meluncur dari Lirboyo,
hitungan kilometer berakhir pada angka 889 km di batas kota jakarta, berkisar 2.000
km perjalanan jauh ini, untuk menjumpai dua sosok ulama besar yang shalih, luas
ilmu, dan berakhlak luhur, lembut, dan cermin budi pekerti Rasul saw.”
Jalur Nasab mulia Habib Munzir
Munzir bin Fuad bin Abdurrahman
bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin
Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin Ahmad Almusawa bin Muhammad Muqallaf
bin Ahmad bin Abubakar Assakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad
Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Alghayur bin Muhammad Faqihil Muqaddam bin Ali
bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali' Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi
bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Ar Rumiy bin Muhammad Annaqib Ali
Al Uraidhiy bin Jakfar Asshadiq bin Muhammad Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin
Husein Dari Fathimah Azzahra Putri Rasul Saw. Semoga kita dikumpulkan
bersama-sama orang-orang pilihan Allah. Amin.
Sumber : munziralmusawa@ yahoo.com
www.majelisrasul.org
0 Response to "Biografi Pengibar Bendera Rasulullah Saw Jakarta"
Posting Komentar