Sekedar Menunggu atau Menjadi Penunggumu?





Aku tidak mungkin membencimu, karena kedatanganmu membuat aku menunggu. Sama sekali itu bukan kesalahanmu, biarlah itu menjadi kesalahan sang waktu yang memberikan ruang dan kesempatan padaku untuk merasakan kehadiranmu, memikirkanmu, dan seperti biasa, menunggu adalah kesimpulan akhir.

Aku juga tidak perlu terlalu risau memikirkan kenapa aku harus menunggu, atau merasa bosan dan jenuh ketika pada saatnya lagi-lagi harus menunggu. Karena menunggu mempunyai beberapa makna, iya, ada beberapa makna yang perlu engkau tahu.

1. Tinggal beberapa saat di suatu tempat dan mengharap sesuatu akan terjadi/datang.
(Mungkin “menunggu” yang terjadi padaku hanya sebuah peristiwa perputaran hidup yang sebentar saja, sambil lalu mengharap sesuatu bakal terjadi, sebentar, kemudian berlalu).

2 Tinggal sementara untuk merawat, menjaga.
(Siapa tahu, penantianku akan dirimu adalah saat dimana aku harus merawat dan menjaga sesuatu, oke, nanti saya akan cari tahu apa itu).

3 Menantikan sesuatu yang mesti datang atau terjadi.
(Kau pasti atau akan datang padaku? Tidak, sama sekali tidak bisa dipastikan, aku juga tidak mau berspekulasi, biarlah itu menjadi hak veto Allah Tuhan Maha Penentu).

4 Mengharap.
(Kalau boleh jujur, sebenarnya sudah lama sekali aku berharap untuk tidak menunggu, termasuk menunggumu).

5 Mendiami; menghuni; menunggui.
(Ah, definisi terakhir ini terlalu kejam bagiku. Tapi aku juga tidak bisa mengelak, menghindar, dan menolak kalau nantinya perasaan menunggu semakin terperosok ke penantian, berharap, dan bisa jadi menikung dan menusuk ke dalam hati, karena perasaan "menunggu" bersemayam jauh di dasar hati paling dalam, dan hati ini dipenuhi ratusan atau bahkan ribuan kabel yang sangat rumit bila diurai).

Sekali lagi, aku tidak menyalahkanmu atau berhak untuk membencimu, biarlah kau tetap memesona dalam keberadaanmu sedangkan aku tetap terpaku diam dalam keadaan menunggu. Dan, saya harap kau bisa mengerti dan tidak menyalahkanku karena aku menunggumu, bahkan kau tidak punya hak untuk menyalahkanku atau membenciku, karena penantianku tidak akan mempengaruhimu dan aku hanya menunggu tidak melakukan apa-apa, bukankah menunggu tidak butuh apa-apa?.

Aku tidak terlalu berharap kau akan memperhatikan penantianku, karena aku tahu aku yang menunggu bukan dirimu, aku juga tidak perlu cari tahu apakah kau juga menungguku. Aku pun berharap penantian ini dengan sendirinya segera tuntas, terlepas, atau terurai bersama desir angin yang berhembus tenang ke arah selatan, tidak sampai menarik deretan fragmen penantian-penantian yang pernah aku lakukan dahulu, menyeret kembali cerita-cerita panjang dalam lembaran kehidupanku. Sekarang aku hanya tidak bisa menahan dan meredam laju hati untuk menunggumu, itu saja.

Kau, siapapun yang merasa atau tidak merasa, mengetahui bahwa aku menunggumu, mohon tidak terpengaruh dengan penantian ini, karena tulisan ini mengalir begitu saja, tertuang dengan sendirinya, mungkin efek terlalu lama membaca buku tebal ribuan halaman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Toh, aku hanya menunggu.. :)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sekedar Menunggu atau Menjadi Penunggumu?"