"Selamat Hari Natal" Boleh?


Selamat Hari Natal
(bagi sahabat Kristinani)

Setiap penghujung tahun, tepatnya tanggal 25 Desember, merupakan hari budaya yang disakralkan umat kristiani, sebagaimana hari besar lainnya dalam agama Kristen.
Dan, seperti biasa, menjadi ajang rutinitas bagi agama lain (bukan orang Kristen) berdebat menguatkan opini masing-masing, pro dan kontra terkait boleh tidaknya (khususnya umat Islam) mengucapkan ‘selamat natal’.
Terkadang terlihat menggelikan bila momen budaya dibuat ajang pencitraan, bahkan alat politik untuk menjatuhkan pihak lawan. Berdebat kusir dan meramaikan media sosial, sudah menjadi hal yang biasa.
Lebih lanjut, perdebatan terkesan menjadi pemilah dan terbentuknya bibit-bibit perpecahan di antara kaum muslimin, antar anak bangsa yang indikasinya mengganggu keutuhan NKRI, kenapa ini selalu mencuat?, tidak lain karena fitnah, fitnah, dan fitnah yang sengaja digaungkan oleh beberapa oknum. Saya ingat betul, 15 tahun yang lalu, ketika saya masih imut-imut, para Ulama tidak pernah membahas dan mempersoalkan hal ini.
***

Saya tidak sedang membahas tentang rincian hokum fikih, namun, terkait boleh tidaknya mengucapkan selamat natal dalam wijhatun nadlarah syar'iyyah (sudut pandang hukum syariat) terdapat beberapa perbedaan pendapat (khilafiyah).
Perlu digarisbawahi, persoalan ini adalah furu'iyyah fiqhiyyah (cabang dari pokok fikih) yang tentu ada ijtihad juga, namun bukan termasuk alushul fil aqaid (pokok akidah). Parsial hukum yang diproduk fikih sangat kompleks, elegan, bermartabat, dan sangat bijaksana ketika diorientasikan kepada seluruh umat (bukan muslim saja).
Saat tidak ada dalil jelas dari Al-Qur’an dan Hadits tentu kurang bijak bila langsung mevonis haram atau mengeluarkan fatwa membabi buta, bolehlah menguatkan opini, tapi, bila urusan publik, berdebat kusir dan menyalahkan pandangan lain yang berbeda merupakan kerendanhan akhlak. Dan, fikih sangat relevan, tidak mungkin menyalahi tatanan sosial. Ini yang perlu dicatat oleh kelompok yang sering “mengobral” fatwa.
Berkenaan dengan ucapan selamat natal, tidak ada dalil jelas mengharamkannya, seperti apa kata saya di atas tadi, syariat memperhatikan interaksi sosial pemeluknya. Bila kita hidup di negara muslim tidak menjadi masalah, tapi kalau hidup di negara non muslim atau kita punya kolega bisnis, sahabat non muslim, apakah kita menjadi naif dan menutup diri dengan tidak berbasa-basi menghormati mereka.
Islam itu sangat indah (dicatat).
Selaras dengan ini, Al-Qur'an sebagai pedoman utama manusia telah sangat indah mengatur interaksi sosial dan toleransi antar agama. Orientasi pegangan interaksi sosial dengan non muslim terdapat dalam QS. Al-Mumtahanah 8-9 dan juga Hadis asbabun nuzul dari ayat ini menegaskan bahwa, Allah sama sekali tidak melarang kita membalas kebaikan non muslim, berlaku baik dan adil kepadanya, dll. Sebatas non muslim tadi tidak memerangi kita.
Saya rasa, Indonesia sangat aman, bahkan aman amat sekali. Kalau ada yang bilang tidak aman atau diembeli dengan aliran-aliran radikalisme beredar, saya khawatir berita itu hanya ingin membuat masyarakat resah, gelisah, bisa jadi dia ingin menebar fitnah. Atau, si pemberita ingin cepat tenar bin terkenal alias viral.
Ini belum ayat dan Hadis lain yang menerangkan bolehnya interaksi dengan non muslim, bahkan Rasulullah saw pernah makan hidangan dari non muslim. Salam ya Rasul.. Betapa akhlak dan budimu begitu tinggi, saya sangat yakin, agama Islam itu sangat indah, sejuk, dan mententramkan. Jangan cemari nama Islam dengan kepentingan pribadi dan ingin unjuk gigi, pahami Al-Qur'an, Hadis, Ijma', Qiyas, sebelum mengeluarkan stetmen tentang hukum, agar tidak terkesan asal-asalan.
***

Memegang teguh prinsip sah-sah saja, silakan kalau sebatas opini pribadi, untuk share ke publik, luaslah untuk mempertimbangkan semua aspek sosial. Sekali lagi, selamat Hari Raya Natal, bagi para sahabat Kristiani. Semoga kita semakin menjadi yang terbaik. Amin.


Wallahu A'lam..

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to ""Selamat Hari Natal" Boleh?"