Pesantren, Seharusnya Kaya Raya



Pondok pesantren dari masa ke masa, merupakan bentuk lembaga pendidikan yang mandiri, tidak bergantung pada institusi lain, termasuk negara. Bahkan pesantren mampu menjadi lembaga yang memberikan kontribusi positif bagi masyarakat secara sosial, budaya, moral, maupun ekonomi.
Pada dasarnya, secara matematis ekonomi pesantren memiliki kekuatan besar bila dikelola oleh sistem dan manajemen yang baik. Kopontren (Koperasi Pondok Pesantren) juga secara tidak langsung mempunyai konsumen pasti dari penduduk pesantren (santri) yang ada di dalamnya.
Hal ini merupakan modal penting. Dengan banyaknya kuantitas santri, kebutuhan yang harus dipenuhi pun menjadi banyak, baik primer maupun skunder. Bila pengelolaan kebutuhan ini dilakukan secara baik dan serius, maka dapat dipastikan pendapatan yang bisa diperoleh akan besar. Ini perhitungan dasar dari pelajaran Matematika Sekolah Dasar, yang dikembangkan dua ilmuan Muslim Abu Nash Manshur dan Abu Abdullah Muhammad Ibnu Musa Al Khwarizmi.

Jaringan Santri & Alumni
Sejarah Majapahit dan kerajaan-kerajaan Hindu Nusantara sampai kerajaan Islam Demak, sistem kesuksesan politik mereka adalah alittihadu quwatun la quwwata illa bil ittihad. Atau, bisa mengunjungi perpustakaan besar dan lengkap -yang memang jarang ada di negeri ini- membaca karya Syaikh Ikhanamah tentang ilmu ekonomi Islam. Bila ditarik ke masa sekarang, tampaknya geliat ekonomi berbasis pesantren semakin berkembang. Bisnis yang digerakkan komunitas santri ini sudah mulai dikelola profesional. Baik jaringan dan manajerialnya. Salah satu rujukan keberhasilan ekonomi berbasis pesantren adalah Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Bisnis kelompok usaha Ponpes Sidogiri menggurita dari koperasi, ritel, hingga jasa keuangan syariah. Omzetnya mencapai Rp1,3 triliun dengan serapan tenaga kerja 1.300 orang.
Kopontren Sidogiri menjual produk sendiri, seperti air minum dalam kemasan (AMDK) merek Santri, Giri Way dan lain-lain. Kopontren Sidogiri yang sudah mempunyai puluhan cabang minimarket di beberapa daerah Indonesia ini juga menjual produksi dalam negeri. Pembangunan bisnis yang dikembangkan Kopontren dan badan usaha lain Sidogiri dimaksudkan sebagai sumber pendanaan bagi pesantren. Bisnis ini tidak hanya mencari untung belaka, tapi bagaimana kita bisa menebar rahmat untuk umat. Bahkan, tenaga kerja di Kopontren Sidogiri dan badan usaha lainnya tidak hanya dari kalangan santri dan alumni Sidogiri, namun juga dari masyarakat luas. Sistem tanam saham dan bagi hasil yang bekerjasama dengan santri, alumni, dan masyarakat luas, membuat pertumbuhan badan usaha milik Sidogiri berkembang pesat.
Pesantren Sidogiri sudah berjasa kepada bangsa karena telah memperdayakan santri dan alumninya, juga karena mengurangi angka pengangguran serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas. Seperti prestasi luarbiasa yang ditunjukkan oleh Pangeran Tengah putra dari Raja Pragelbe titisan terakhir Majapahit. Pangeran Tengah menguasai Kedaton di Plakaran dan Arosbaya telah mensejahterakan rakyat Madura dan Jawa Timur pada masanya. Konsep Raja ini sederhana ; Tawadu’, ikhlas, dan kerja. Tidak seperti sekarang, berjam-jam rapat dengan tumpukan berjilid-jilid teori, tapi tetap saja tidak menghasilkan apa-apa dan hanya menghabiskan anggaran organisasi.

Maksimalkan Yang Ada
Mana mungkin pesantren akan besar bila tidak dibesarkan oleh orang-orang yang ada di dalamnya?. Nama besar bukan jaminan, mungkin pesantren yang ada di nusantara ini masih kalah besar dengan kebesaran nama Majapahit. Yang kemudian runtuh karena orang-orang di dalam kerajaan saling menyalahkan, menfitnah, merasa benar, berebut nama, dan berjalan dengan idialisme sendiri-sendiri, malah saudara sendiri bantai habis beserta keluarganya.
Pesantren harus merangkul semua lapisan orang di dalamnya, memaksimalkan semua lini yang ada, seperti organisasi komunitas santri atau alumni sebagai jembatan komunikasi pesantren. Tanpa adanya komunikasi pihak pesantren ke alumni atau alumni ke pesantren lewat sebuah wadah, akan sulit menemukan formula kongkrit untuk pengembangan pesantren, baik dari sisi ekonominya atau dari aspek lain. Bila tidak demikian, mungkin sulit siapa yang perlu disalahkan, ketika sekian alumni justru sudah mulai tidak ‘tahu menahu’ dengan ‘keadaan’ pesantrennya.

Satu Manajemen
Hanya 13,5 juta Sidogiri sudah mengambangkan menjadi 1,3 triliun!. Kuncinya adalah transparansi dan kebersamaan. Bukankan kerajaan Demak Bintoro didirikan oleh hanya Sembilan Wali?. Mengembangkan koperasi dan badan usaha pesantren, akan lebih mudah bila adanya transparansi dan kebersamaan. Lebih tepatnya satu manajemen yang sistem keuangan dan transaksinya dilakukan secara terbuka.
Bila sistem pengadaan (kulak) unit-unit toko yang ada di pesantren lewat satu pintu (satu manajemen) tentu harga kulak lebih murah. Sederhananya, harga kebutuhan sehari-hari santri bisa lebih murah –dengan harga kulak lebih murah, kulak jumlah sedikit tentu akan lebih murah kulak dengan jumlah besar- dan laba bisa diorientasikan untuk pengembangan badan usaha lain di pesantren. Sebenarnya sistem ini sudah ada di sejarah-sejarah kerajaan Islam nusantara. Memang, membaca bukan budaya yang popular bagi bangsa ini.
Sidogiri sudah membuktikan itu, manajemen mereka menjadi acuan ekonomi tidak hanya oleh pesantren-pesantren lain, tapi lembaga-lembaga formal dalam dan luar negeri juga ‘ngaji’ ke Sidogiri. Minimarket Kopontren Sidogiri terkenal murah, masyarakat memilih membeli kebutuhan ke Kopontren Sidogiri daripada ke pasar. Petugas Kopontren Sidogiri cabang Arosbaya Bangkalan bercerita kepada kami, banyak pedagang pasar memohon pihak Kopontren Sidogiri untuk menaikkan harga, karena harga Kopontren Sidogiri lebih murah daripada harga pasar.

Titip Sedekah ala Abad 21
Lain masa, lain juga pola pikir bangsa ini berkembang. Sekarang, masyarakat lebih tertarik mana dengan pengajuan proposal bantuan lembaga keagamaan atau disodiri kontrak kerjasama bisnis?. Sulit juga menemukan formula jawaban yang pas dan tepat. Tapi, Sidogiri sudah memberi sedikit jawaban, beberapa badan usaha dan koperasi mereka berkembang besar dengan saham hampir seratus persen dari alumni dan masyarakat.
Ini juga titip sedekah ala abad 21, dimana alumni dan masyarakat ‘menitipkan’ harta mereka untuk dikelola pihak pesantren, yang kemudian bisa mensejahterakan pesantren dan juga mensetahterakan pihak alumni dan masyarakat. Ini satu pesantren, bagaimana antara pondok pesantren bersama-sama mengembangkan ekonominya?. Jadi teringat perkataan teman;
“Pesantren tidak usah repot-repot menanyakan atau amalah menuntut legalisasi dari pemerintah, itu sebenarnya ‘merendahkan’ mereka. Pesantren bisa besar dan kuat tanpa ijazah dan ulur tangan pemerintah.”
Wallahu a’lam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pesantren, Seharusnya Kaya Raya"