GADGET VS TUHAN



Mulai bulan ini, kantor saya suruh untuk membuat rekapitulasi (rekap) pengeluaran uang pulsa dan paket internet, khusus handphone milik saya dan istri. Nantinya, akan dilaporkan bersamaan dengan rekapitulasi keuangan perusahaan.

Saya ingin tahu, apakah pulsa dan paket internet handphone melebihi sedekah yang saya keluarkan?, melebihi uang untuk membantu orang lain?, melebihi kebaikan lainnya?.

Atau, pulsa khususnya paket internet sudahkah saya gunakan dengan sebaik-baiknya, tidak hanya terpaku membuang waktu percuma, utak-atik gadget gak jelas dan tidak bermanfaat?. Bukankah semua yang saya lakukan nanti dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah?.

Saya malu, sampai saat ini, pulsa adalah hal yang wajib diisi sedangkan kotak amal diabaikan, pulsa kadang lebih penting daripada shalat awal waktu, kaki lebih bersemangat melangkah ke counter melihat HP terbaru daripada mengunjungi kegiatan keagamaan di masjid. Handphone wajib dipegang sedangkan Al-Qur'an dibiarkan. Ibarat, HP menjadi "barang wajib" dibawa, ia seperti "barang mati" bila ia tidak berpulsa dan berpaket internet..

Beberapa hari yang lalu, saya bertemu teman di emperan perpustakaan di salah satu kota, ia cerdas, hafal Al-Qur'an, ilmu dan pemikirannya luas. Banyak ilmu yang saya dapatkan bila duduk dan berbicara dengannya. Di tengah perbincangan, saya nyeletuk, "Sepertinya, kau tidak ingin pakai gadget seperti zaman sekarang.." ia diam dan tersenyum, kemudian memasukkan HP jadulnya setelah menulis sms.

"Reverensi pengetahuan saya di sana (ia menunjuk gedung besar perpustakaan), setiap haripun aku kesini, tidak dapat menelan semua ilmu yang ada di dalam sana. Aku juga punya wabsite untuk mengeluarkan pemikiran, laptop dan modem cukup. Sedangkan yang wajib aku bawa adalah ini (ia mengeluarkan Al-Qur'an kecil dari tasnya). Sob, banyak sarana pengetahuan yang bisa didapat tidak dari gadget, apalagi kau tau, aku tipe orang yang ikut-ikutan, saya takut kalau gadget membuat saya lupa diri. Dan tentu, kau tahu kan Pak Ustaz, besok, apapapun yang kita lakukan, kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya.." menohok sekali pernyataannya. Halus, tapi amat membuat saya malu sekali.

"Alasan lain?" saya mencoba mengorek pola pikirnya.

"Aku tanya, apakah kau atau siapa saja sanggup tidak megang gadget selama satu ming, dua hari, atau... satu hari saja?" saya benar-benar sulit menjawab pertanyaan ini.

"Gadget sekarang sudah menjadi "TUHAN", benar, butuhnya kau dengan gadget menyamai kebutuhanmu pada "TUHAN" yang tidak bisa ditinggalkan. Lihat, banyak orang belajar agama dari gadget, cari ilmu dari gadget, pola hidup dari gadget, tidak terasa hidupmu dibentuk oleh gadget. Semua prilaku hidupmu tidak dapat dipisahkan dengan gadget. Apapun alasan pembelaannya, kau lebih bernafsu ke gadget daripada berlama-lama beribadah menyembah Tuhanmu, kalau begitu, pentingnya gadget sejajar dengan pentingnya Tuhan agamamu. Bahkan, banyak yang lebih percaya gadget daripada firman Tuhannya. Seharusnya, kau harus membedakan, dimana posisi Tuhanmu, dimana letak gadgetmu.." Saya menunduk malu dengan perkataannya.

"Faman ya'mal mitsqaala dzaratin khairay yarah, waman ya'mal mitsqaala dzaratin syarray yarah. (Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya, dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya." Surah Al-Zalzalah ayat 7-8. Semoga menjadi prinsip hidup kita kawan..." ia menepuk pundak saya.

Suara teman penghafal Qur'an tadi sangat merdu, tapi terasa menyayat di hati. Kopi hitam kental Gresik yang terkenal, terasa amat pahit di lidah.

"Ini yang saya suka darimu kawan.." ia hanya tersenyum dan kembali membuka Al-Qur'an kemudian ia melalar hafalannya. GADGET VS TUHAN, mana yang lebih memikat?, tanyakan pada hati masing-masing..

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "GADGET VS TUHAN"