Pesantren dan Ekonomi Nasional
Sepuluh tahun yang lalu, ketika saya mengulik data dari Kemenag, jumlah
pesantren yang ada di Jawa Timur kurang lebih sebanyak 5000 pesantren. Bila menggunakan
kalkulator sederhana saja, 200 santri (jumlah rata-rata minimal di pesantren
Jawa) dikalikan jumlah pesantren, sudah 5 juta orang gaes!.
Belum lagi, wali santri, saudaranya, tetangganya pula, atau daerah dimana
ia tinggal, hehehe. Bila semuanya menjadi pengusaha, minimal menggerakkan usaha
mikro misalnya, pesantren sudah mewarnai pergerakan ekonimi daerahnya.
Tentu, semua kalangan bisa berbicara siapa yang terbaik bila berurusan
dengan siapa yang menjadi tulang punggung ekonomi, pergerakan keuangan “bawah
tanah” yang didominasi oleh golongan kelas menengah ke bawah tidak bisa
diremehkan. Anggaplah pemain makro adalah produsen dan kelas saya adalah
konsumen, dagangan banyak tanpa pembeli?. Ekonomi tidak akan bergerak tentunya.
Pesantren dan Ekonomi
Beberapa tahun belakangan, pesantren sudah memulai membuka unit-unit
usaha pribadi, yang kemudian menjadi kepanjangan tangan untuk mensejahterakan
ekonomi alumni. Seperti Sidogiri misalnya, pesantren ini sudah mempunyai
puluhan gerai yang tersebar di hampir kota di Jawa Timur.
Pesantren, dalam
geliat perkembangannya telah melakukan beberapa langkah dalam rangka untuk
berbenah dan meningkatkan mutu para santri-alumninya. Membekali para santri
dengan segala pengetahuan menurut masanya memang perlu dilakukan oleh pihak
pesantren untuk mewujudkan cita-cita utama pesantren, yakni mencetak generasi
yang soleh, alim, dan kafi. Selaras dengan ayat fiddunya hasanah wa fil
akhiroti hasanah.
Hawary Ash-Shofwah
Al Malikiyah sebabai anak cabang organisasi
dari Ha’iah Ash Shofwah Al Malikiyah, yang merupakan organisasi sosial dan keagamaan
para abna (murid) dari Sayid Muhammad Al Maliki Mekah yang mempunyai cabang
dalam negeri dan manca negara, berusaha tampil
dalam bentuk kegiatan soial pengembangan ekonomi di seluruh pesantren
nusantara, khususnya wilayah Jawa Timur.
Tujuan Hawary Ash Shofwah tidak lain berusaha membentuk
sumber daya muslim (santri) dengan kemampuan marketing (khususnya internet)
dari berbagai pesantren Jawa Timur. Pesantren diharapkan akan menjadi penguat ekonomi nasional sesuai dengan nilai-nilai budi mulia serta sejalan
dengan syariat Islam.
Workshop Internet
Marketing
salah satu
kegiatan Hawary ketika saya menjadi ketua panitianya adalah Workshop
Internet Marketing di pesantren Langitan, Widang, Tuban. Acara dilaksanakan
selama dua hari, pada Sabtu-Minggu 16-17 November 2013 dengan pemateri Primo
Prima Siregar dari IIBF (Islamic Indonesia Bisnis Forum) Jakarta. Peserta yang
hadir tidak hanya dari pesantren Jawa Timur saja, tapi juga dari pesantren luar
daerah, seperti dari Rembang, Jogja, Brebes, Pekalongan hingga Makassar.
Gerakan Ekonomi
Pesantren
“Pesantren harus
bersatu untuk menguatkan ekonomi bangsa ini dengan membuka seluas-luasnya
lapangan kerja. Kita selayaknya tampil sebagai produsen bukan subyek dan
menjadi “sapi perah” produk-produk orang-orang luar. Salah satu caranya adalah penyelenggaraan
acara workshop ini. Semoga akan ada keberlanjutan tentang perkembangan ekonomi bangsa,
khususnya di komunitas pesantren.” Komentar KH. Ahsan Ghozali, Pembina Panitia
Penyelenggara serta ketua Hai’ah Ash Shofwah Al Malikiyah Niqobah Langitan.
Sekarang, tahun
2020 dimana saya mengingat dan menuliskan kembali apa yang pernah saya pelajari
di pesantren, bahwa, marketing internet begitu bermanfaat dan salah satu ujung
tombak pergerakan usaha saya.
10 tahun yang
lalu, mungkin internet terasa asing atau belum terjangkau seperti sekarang,
menjalankan usaha tanpa internet marketing, menurut saya adalah pekerjaan yang
membuang waktu, kalaupun sukses, akan membutuhkan waktu panjang.
Wallahu A’lam
____
*tulisan 7 tahun yang lalu, saya permak, hehehe
0 Response to "Pesantren dan Ekonomi Nasional"
Posting Komentar