Benalu Idealisme NKRI
Hizbut Tahrir
Indonesia HTI yang resmi dibubarkan oleh pemerintah
pada 2017 membuat saya berpikir bahwa, masih ada beberapa “gerakan” bawah tanah
yang kerap mendiskriminasi pemerintahan yang sah menurut undang-undang Negara.
Dewasa ini, sudah banyak perkumpulan atau
ormas yang bila dilihat perkembangannya hanya menampilkan ketidaksukaan, yang
lambat laun akan menimbulkan benih-benih perpecahan, ketidakpercayaan kepada
orang lain, suuzon, dan segala hal yang berpotensi retaknya hubungan antar anak
bangsa. Kalaupun hanya asumsi saya pribadi, ketika berhubungan dengan keresahan
di tengah-tengah masyarakat, sekali lagi, lebih baik dihindari.
Gerakan Pembaharuan Islam
Berapa berita mengaitkan HTI sebagai kelompok
atau gerakan Islam yang “berwajah” seperti Salafy (Wahabi) dan beberapa kelompok Islam lainnya, yang pada
dasarnya merupakan implementasi gagasan pembaharuan Islam. Walupun tidak dalam
satu rel kereta, pembawaan kedua kelompok ini bercorak sama, yang satu “menyerang
Pancasila” dengan konsep khilafah, yang kedua sering “obral” fatwa tentang
keburukan budaya Islam (atau Jawa) yang sudah mengakar di masyarakat.
Dalam hal ini, keduanya hadir dengan slogan “meresahkan”
masyarakat.
Ust. Idrus Ramli dalam dua bukunya Jurus Ampuh
Membungkam HTI dan Hizbut Tahrir dalam Sorotan
terbitan Bina Aswaja Surabaya menyebutkan, Hizbut Tahrir sejak berdiri
di Yerussalem pada
tahun 1953 dan kemunculannya di
Indonesia sekitar tahun 1980an menuai beberapa sorotan tidak hanya tentang
idialisme khilafah yang mereka gembar-gemborkan, namun beberapa hal dalam ranah
aqidah islamiyah.
Karena terdapat sekian banyak pandangan, ideologi dan fatwa hukum Hizbut Tahrir
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang lurus, murni dan asli seperti yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw dan sahabatnya.
Abuya Muhtadi
Dimyati Al Banntani menyatakan, cita-cita HTI adalah menghilangkan Pancasila
sebagai dasar Negara, Ulama Ahlu sunnah wal jamaah asal banten yang juga Rais
Am Majelis Muzakaroh Muhtadi
Cidahu Banten (M3CB) idialisme ini merupakan salah satu bentuk pemberontakan.
Secara tertulis dalam surat pernyataan
tertanggal 21 Agustus 2013 M lalu, Pengasuh Pondok Pesantren Cidahu Cadasari
Pandeglang Banten ini memberikan pernyataan tentang adanya HTI. Surat
pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh beberapa murid Abuya Muhtadi ke
kantor redaksi NU Online Jakarta pada Selasa (3/9/2013) yang sebelumnya surat
itu juga sudah dikirimkan ke PBNU.
Dalam surat yang ditandatangani sendiri oleh putra
Abuya Muhammad Dimyati pendiri Ponpes Cidahu yang banyak melahirkan tokoh Islam
nasional itu menyatakan, HTI adalah ormas Islam dari luar negeri yang datang ke
Indonesia dan ingin menghilangkan Pancasila sebagai dasar negara. Perbuatan
tersebut adalah salah satu macam dari pemberontakan, padahal memberontak negara
itu dosa besar, maka dari itu HTI harom hukumnya dalam berbagai keadaan.
Demikianlah bunyi dalam surat pernyataan Abuya Muhtadi.
Secara khusus, saat acara Halal bi Halal
Majelis Pesantren Salafiyah (MPS) Banten di Masjid Agung Ats Sauroh, Kota
Serang, Abuya Muhtadi memperingatkan agar waspada dan menjaga anak-anak,
keluarga dan masyarakat, khususnya di Banten agar tidak ikut-ikutan ormas Islam
yang menentang NKRI dan Pancasila. Agama Islam mengajarkan persatuan, kesatuan
dan Pancasila sebagai buah perjuangan bersama yang mesti dijaga.
Menurut murid Abuya Muhtadi, beliau gerah
dengan gerakan kelompok HTI di wilayah Banten. Informasi yang dilansir dari NU
Online, putra tokoh besar Abuya Dimyathi ini merasa dirugikan oleh HTI karena
namanya sering dicatut dalam berbagai aktifitas mereka.
***
Menjadi sangat
penting bagi aktivis dakwah di kampus-kampus, di berbagai Islamic Centre,
di masjid-masjid maupun di khalayak umum, yang selama ini telah menjadi objek
aktivitas dan propaganda Hizbut Tahrir, untuk tabayyun (klarifikasi)
atas pengertian khilafah yang benar sesuai keilmuan yang telah diuraikan Ulama salaf dan
khalaf.
Hal yang memikat selayaknya tidak justru merusak pertahanan logika akidah.
Mengail informasi
berlimpah tentang esensi akidah dan konsep khilafah sebenarnya kewajiban
seluruh umat manusia (khususnya kaum muslimin) dalam rangka berada di jalan
kebenaran. Kalau tidak, ektremesme kontrdiktif tentang pengertian agama akan
terjadi, salah satu contohnya adalah kontradiktif yang dilakukan oleh Hizbut
Tahir Indonesia (HTI) yang membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila sudah
final, sebagaimana diamini oleh Rais Akbar NU, Khadratus Syaikh Hasyim As’ary,
dengan kapasitas keilmuan beliau (gelar khadratus Syaikh karena hafal 6 kitab Sunan
Hadist) tentu sudah cukup untuk dijadikan pijakan kebenaran. Dan, menemukan
Ulama sekaliber alimnya seperti beliau di Indonesia, bahkan di nusantara, tampaknya
sangat sulit.
Zaman milenial,
dimana pertumbuhan informasi sangat cepat dan mudah didapat membuat kita harus
bijak, menelan mentah-mentah pelajaran keislaman yang ada. Harus dilakukan
kajian mendalam dengan keluasan keilmuan Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Pun,
harus ada guru yang sanad keilmuannya jelas dan bersambung kepada Rasulullah.
Meminjam istilah
Gus Miftah dalam beberapa ceramahnya, “Orang ngaji sekarang banyak lewat
taba-yatubu-yutuban, maka ilmunya kana-yakunu-konangan.” Ngaji lewat
medsos, berfatwa dengan kedangkalan keilmuan. Subhanallah..
Wallahu a’lam.
0 Response to "Benalu Idealisme NKRI"
Posting Komentar