Pesta "bukan milik" Rakyat


Sampai sekarang, saya memimpikan sebuah nuansa politik yang indah, teduh, dan santun. Berangkat dari para pemimpin yang dengan segenap hati ikhlasnya dicurahkan untuk kesuksesan pembangunan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsanya. Sebagaimana tujuan semua agama yang ada di negeri ini.
Sepertinya, praktek politik demokrasi bangsa ini masih berangkat dari "keinginan pribadi". Rakyat "didorong" untuk memilih, bukan rakyat yang "mendorong" memilihnya. Ia "mengajak" bukan "diajak", kalau Anda teliti, begitulah nuansa demokrasi bangsa ini. Demokrasi yang sebenarnya "meniru" dari "negeri seberang".
Nuansa yang "dibuat-buat" ini kemudian memunculkan polemik, "dorongan" yang "dipaksakan" menimbulkan riak-riak kurang sehat, seperti fanatisme, berkubu-kubu, yang akhirnya menyulut perbedaan yang arogan, perbedaan yang kerap disertai tindak tidak terpuji, sebut saja saling olok-olok, menjatuhkan pihak lain, sampai perilaku anarkis. Kalau Anda mengikuti berita politik, demikianlah adanya.
Kalau tujuannya mulia, pasti memercikkan hasil yang mulia. Termasuk politik. Seperti yang terjadi di desa kelahiran saya, masyarakat berbondong-bondong mendatangi salah satu tokoh desa, beliau kemudian menjadi kepala desa dengan suara dan kepercayaan 100%. Sama sekali, di tempat saya, tidak ada silang pendapat atau bahkan pertikaian masalah politik. Karena pemimpin siap untuk memimpin, dan masyarakat siap untuk dipimpin pilihan mereka. Alhamdulillah...
Di tempat Anda?
Alangkah indah, bila proses pemilihan pemimpin bangsa ini, berjalan seperti di desa saya. Semoga. Amin..

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pesta "bukan milik" Rakyat"