Orang Lain Seperti Cermin Kita


Siapa Takut?

Teringat saat saya mengisi workshop di TK Insan Kamil Tuban beberapa tahun lalu, pada waktu itu, saya merasa belum bisa apa-apa, jangankan menjadi pelatih atau pembina kepenulisan, sampai sekarang pun saya harus jujur pada diri sendiri bahwa tulisan saya masih jelek, amburadul (ataltalan=Madura :D ), masih harus banyak belajar, masih perlu mengasah kemampuan menulis agar lebih matang dan baik lagi.
Saya hanya ingat pesan ibu, “Siapapun yang mempercayai dan memintamu untuk melaksanakan sebuah kegiatan apapun bentuknya, jangan sekali-kali kau tidak mau apalagi menolaknya, walau kau tidak bisa dan ahli di bidangnya. Yakinlah, bahwa Allah telah menganugerahkan padamu kemampuan untuk melaksanakannya, atau Allah telah memberi kesempatan bagimu untuk bisa. Pasti, insya Allah…”
Petuah dari ibu membuat saya yakin, percaya bahwa Allah membuat saya bisa, tanpa pikir panjang, menerima saja undangan mengisi pelatihan di Tuban itu, walau masih ragu saya beranikan diri berangkat, sekuat hati menyampaikan apa yang saya tahu, benar, setahu saya saja. Saat memegang mic untuk mempresentasikan materi, saya dredeg, ragu, khawatir, dan gugup menyeruak dalam hati, apakah saya bisa?. Saya hanya anak desa dengan pendidikan kacau bin amburadul, sedangkan peserta di depan saya para sarjana strata satu, malah ada yang sudah strata dua. Wiih.. Maklum demam panggungnya kumat!.
Setelah pelatihan, beberapa guru yang menjadi peserta seminar berkumpul dan meminta saya menjadi pembimbing, editor, plus layout pembuatan buku mereka. Saya mau?, itu tadi, bondo nekat, modal dengkul dan hanya yakin kepada Allah. Beberapa bulan setelahnya, buku Teko Sang Guru terbit!, dan terjual laris manis!. Walaupun mereka penulis pemula, latar belakang mereka adalah pendidikan tinggi. Saya, yang dipaksa untuk membimbing?, wong ndeso yang berwajah pas-pasan, kemampuan pas-pasan, apalagi kantongnya, selalu pas, pas selalu kempes tidak ada isinya. Hehee… geje…
Apa yang dikatakan ibu belasan tahun lalu, seperti mantra ajaib. Sampai sekarang begitulah prinsip hidup yang saya jalani, satu prinsip yang telah banyak mengubah kebiasaan saya, pemikiran saya, karakter saya, bahkan kemampuan saya. Biarpun sampai saat ini, saya merasa biasa-biasa saja.
Apa yang dikatakan ibu seperti energi luar biasa bagi saya hingga tidak berhenti mencoba dan mencoba, apapun itu, bagaimanapun terbatasnya kemampuan saya. Pun, mengiakan menjadi pembicara di seminar atau workshop tidak lain dalam rangka menyemangatkan diri untuk terus belajar menulis.
Sekarang saya sampaikan lagi pentingnya menjadi manusia yang bercermin, atau menjadi cermin. Sebuah kaca bening yang salah satu mukanya dicat dengan air raksa, sehingga dapat memperlihatkan bayangan benda yang ditaruh di depannya, saya ataupun Anda sepantasnya tidak henti-hentinya berbagi, seperti saya, berbagi semangat menulis dan yang lain, sambil lalu berharap semangat yang saya taburkan memantul dan berbalik kepada diri saya sendiri.
Kok bisa?, saya mengalaminya sendiri. Dahulu saya tidak terlalu sering dan suka menulis, hanya menulis kalau diminta beberapa kru majalah dan media, itupun mereka harus memaksa. Sekarang?, semangat yang saya gemakan kepada sahabat-sahabat saya seperti memantul dan menancap dalam hati, serius!. Tidak ada hari tanpa menulis, pokoknya menulis, menulis dan menulis. Saya tidak peduli, bagus atau tidak, banyak yang suka atau tidak. Termasuk menulis di media-media sosial, salah satunya FB yang banyak memuat status kagak jelas saya (ehem…). Menulis seperti kekasih saya yang paling cantik dan aduhai… heehoo.. (no protes!)
Menerima permintaan pembicara di sekolah, pesantren, panggung, lapangan, atau perguruan tinggi saya terima saja (pokoknya bukan kandang hewan, ckckck). Dari pelajar, mahasiswa, dan dosen tidak masalah siapa peserta seminarnya (kakek nekek?, pasrah saja dah). Saya hebat?, sama sekali TIDAK, ilmunya juga kosong melompong (parah memang!), saya hanya punya kepercayaan bahwa Allah selalu memberi jalan yang sangat banyak bagi saya untuk menghebatkan diri, itu saja. Titik!.
Sedikit dari saya, sekarang tinggal Anda harus lebih yahut hebatnya dari saya…

#SalamHebat

*Ngopi disek ben gak salah faham


H. R. Umar Faruq
Tim Olimpiade Nasional Mafahim, Hai'ah Ash-Shofwah Al-Malikiyyah Indonesia

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Orang Lain Seperti Cermin Kita"